
Media massa merupakan sarana masyarakat memperoleh informasi, media massa memiliki fungsi atau peranan yang besar dalam membagikan informasi kepada audiensnya (sebutan untuk konsumen media).[1] Selain itu, media massa memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, apa lagi sejak era reformasi di mana media massa jumlahnya semakin banyak dan media massa mendapat kebebasan dalam melaksanakan pekerjaannya. Kebebasan media massa ini juga didukung oleh perkembangan teknologi yang tentunya mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi dari media massa.
Media massa dalam berbagai bentuknya, telah merasuk ke dalam kehiupan masyarakar modern. Fungsi utama media massa adalah penyampai informasi. Setiap hari ratusan berita dan iklan dapat dijumpai dari surat kabar dan majalah. Berita merupakan informasi berupa laporan kejadian penting tentang berbagai hal yang perlu diketahui oleh orang banyak. Adapun iklan semacam informasi yang bersifat komersial atau layanan masyarakat. Instansi pemerintah sering kali memanfaatkan media massa untuk melakukan sosialisasi program dan kebijakan. Advokasi kebijakan publik, penyadaran, dan penggalangan dana, juga bisa dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melalui media massa.
Definisi pers menurut Pasdl i Butir 1 Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1999 tentang Pers adalah:
“Lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.”
Menurut Eko Kahya pers berarti usaha percetakan atau penerbitan, usaha pengumpulan dan penyiaran berita dan penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio, dan televisi.[2] Pemahaman terhadap kegiatan jurnalistik juga penting, karena mejadi dasar dari peran mcdia massa dalam kehidupan sosial. Menurut B.N. Ahuja, jurnalistik merupakan bagian dari aktivitas sosial di mana fokus pada penyebaran berita dan pandangan tentang masyarakat, jurnalistik modern terbagi dalam lima bagian dari komunikasi massa, yaitu surat kabar dan majalah, radio, televisi, film, dan iklan.[3] Media massa memiliki fungsi penting, dengan asumsi dasar dari dalil-dalil, sebagai berikut:
- Media merupakan industri vang berubah don berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa serta menghidupkan industri lain yang terkait, media juga me-rupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya. Di lain pihak, insitusi media diatur oleh masyarakat;
- Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya;
- Media merupakan lokasi atau forum yang semakin berperan untuk menampilkan peristiwa kehidupan masyarakat, baik nasional maupun internasional;
- Media berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol tapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara mode, gaya hidup dan norma-norma.
- Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif, media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.
Regulasi yang ada saat ini, baik UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, maupun PP No. 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) menyebut tentang pebatasan kepemilikan media. Tetapi, saat ini terjadi banyak pelanggaran terhadap aturan perundangan dan keadaan demikian cenderung dibiarkan. Pengajuan kasus ke Mahkamah Konstitusi oleh Koalisi Independen untuk Demokrasi Penyiaran (KIDP) pun kurang memuaskan hasilnya. Penguatan regulasi yang meliputi penguatan peran dan kinerja lembaga yang mengawasi masalah penyiaran, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), menjadi agenda penting para pemangku kepentingan.
Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) mengajukan uji materi (judicial review) Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan dilakukan karena posisi UU Penyiaran sangat lemah, dan sering kali disalahtafsirkan secara sepihak oleh para pemimpin media. Koordinator KIDP Eko Maryadi sesuai mendaftarkan gugatannya di Mahkamah Konstitusi (MK), mengatakan, pihaknya mengajukan uji materi atas tafsir Pasal 18 ayat (1), Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Penyiaran dan Uji Materi pasal-pasal tersebut terhadap Pasal 28D, 28F, dan Koalisi Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) berpendapat penyiaran merupakan suatu media yang menggunakan ranah publik yaitu frekuensi, yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Tetapi, Pada praktiknya para pemimpin media penyiaran kerap memperjualbelikan frekuensi penyiaran dan menciptakan perusatan kepemilikan bisnis penyiaran. KIDP mencontohkan monopoli kepemilikan ini terjadi antara lain oleh PT Visi Media Asia,Tbk.yang memiliki ANTV dan TVOne, PT Elang Mahkota Teknologi yang mengusai Indosiar, SCTV dan O Channel, serta PT Media Nusantara Citra Tbk. yang menguasi RCTI, Global TV dan MNC TV.
Koalisi antara lain terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, AJI Jakarta, Aliansi Wartawan Radio, Lembaga Bantuan Hukum Pers, Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, dan Pemantau Regulasi Regulator Media. Pada 2012, MK menyatakan tak ada yang salah dalam penafsiran perundang-undangan, yang ada hanya murni masalah penegakan hukum. Pelegalan konsentrasi kepemilikan dalam draft revisi UU Penyiaran lebih sebagai upaya membenarkan praktik yang selama ini melanggar UU Nomor 32 Tahun 2002, dalam hal pemusatan kepemilikan dan kepemilikan modal asing. Draft yang ada juga melegalkan praktik pemindahtanganan kepemilikan yang berdampak pada jual beli frekuensi. Kepemilikan media juga bisa dijualbelikan lewat jual beli saham. Ini jelas melanggar prinsip frekuensi sebagai milik public. Carut marut pemusatan kepemilikan ini seharusnya dikontrol oleh regulator penyiaran yaitu pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Peran Lembaga Kantor Berita Nasional Antara (LKBN) ANTARA perlu diperkuat untuk mengembangkan pendapat umum yang sehat dan mencerdaskan kehidupan bangsa, melalui penyelenggaraan usaha di bidang pers yang dapat melakukan peliputan dan/atau penyebarluasan informasi yang cepat, akurat dan penting ke seluruh wilayah Indonesia dan dunia internasional. Terkait revisi UU Penyiaran, pemerintah dan DPR perlu memasukkan pasal-pasal baru yang memperkuat dan menunjukkan keberpihakan konkret kepada Lembaga Penyiaran Publik (LPP) dan Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK). Perhatian negara terhadap LPP dan LPK dimaksukan sebagai penyeimbang terhadap Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang cenderung mengutamakan keuntungan bisnis semata dan mengabaikan kepentingan publik lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
L. Rivers, William, Jay W. Jensen dan Theodore Peterson. 2008. Media Massa dan Masyarakat Modern, Terjemahan Oleh Haris Munandar dan Dudy Priatna. Jakarta. KencanaPrenadaMedia Group.
Kahya, Eko. 2010. Perbandingan Sistem dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Ahuja, B. N. 1998. Theory and Prictice of Journalisme. Delhi. Surjeet Publications.
[1] William L. Rivers, Jay W. Jensen dan Theodore Peterson, Media Massa dan Masyarakat Modern, Terjemahan Oleh Haris Munandar dan Dudy Priatna, (Jakarta: Kencana-PrenadaMedia Group, 2008), b. 30.
[2] Eko Kahya, Perbandingan Sistem dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, (Bandung: Remaja Rosdakarya), h. 15
[3] B. N. Ahuja, Theory and Prictice of Journalisme, (Delhi: Surjeet Publications, 1998), hal. 1.
